Oleh : Mayor Kes.drg.
Hellen Kirana Fajar, Sp KGA
Anggota Persit KCK
Ranting 6 – Pusdikpenerbad
“…gak mau ke
dokter gigi ah…takutttt…huhuhu…”
Rengekan dan tangisan seperti ini
seringkali dialami para orangtua yang menginginkan anaknya mendapatkan
perawatan ke dokter gigi. Seringkali pula orangtua menyerah dengan tangisan dan
ketakutan anak akan imajinasinya terhadap dokter gigi beserta perlengkapan
kliniknya. Hmmm…memang menyeramkan!. Jangankan anak-anak, orang dewasa saja ada
yg merinding jika disuruh ke dokter gigi. Terbayang gambaran seorang dokter gigi
seperti monster dengan peralatannya berupa tang untuk mencabut gigi serta mesin
bor gigi yang suaranya membuat bulu kuduk berdiri. Wuih, pokoknya serem deh!
Nah, kebiasaan berimajinasi seperti inilah
yang harus dihilangkan dari pikiran anak dan orangtuanya. Apabila bayangan
seperti ini terus melekat, maka si anak dan orang tua pulalah yang akan
mendapatkan kerugian di kemudian hari. Misalnya, ketika anak sakit gigi, namun bersikeras
tidak mau ke dokter gigi, maka orangtua juga akan ikut merasakan penderitaan si
anak yang tidak kunjung sembuh. Seringkali orangtua harus begadang semalaman menunggui
si anak yang rewel atau terus menangis karena menahan sakit, bingung mencari
obat pereda rasa sakit atau bingung sakitnya kok tidak sembuh-sembuh padahal
sudah minum obat serta kepanikan-kepanikan lainnya.
Tidak semua sakit gigi
dapat disembuhkan total dengan hanya meminum obat pereda sakit. Obat pereda
rasa sakit biasanya hanya berkhasiat sesaat, namun bila penyebab sakit giginya
tidak segera diatasi, maka rasa sakitnya akan kembali timbul. Sakit gigi
sebagian besar disebabkan karena proses caries
dentis atau lubang gigi. Awalnya
lubang gigi hanya kecil saja dan tidak menimbulkan rasa sakit. Namun apabila lubang
gigi ini tidak segera ditambal dan hanya dibiarkan saja, maka lama kelamaan
lubangnya akan membesar dan mengenai saraf gigi sehingga timbullah rasa sakit
yang luar biasa pada gigi tersebut. Rasa sakitnya bisa menjalar ke leher,
telinga bahkan sampai kepala dan seringkali diikuti demam serta pembengkakan.
Hal-hal seperti inilah
yang harus kita hindari dan kita cegah dengan mengajarkan si anak mengenal
dokter gigi beserta perlengkapannya sedini mungkin.
Berikut ini ada
beberapa tips agar anak berani ke dokter gigi :
1.
Mulailah dari diri orangtua sendiri untuk berpikir
positif terhadap dokter gigi. Jangan perlihatkan pada anak seandainya anda juga
takut ke dokter gigi. Carilah dokter gigi yang tepat dan nyaman untuk keluarga
anda. Bila perlu kunjungi dokter spesialis gigi anak.
2.
Lakukan kunjungan pertama anak ke dokter gigi sejak usia
2 tahun yaitu pada saat anak dalam keadaan sehat dan tidak mengalami sakit gigi
atau sakit apapun. Jika pertama kali anak melihat seorang dokter gigi dalam
keadaan sakit karena giginya berlubang, maka anak pasti akan gelisah sehingga
bisa membangun pola ketakutan terhadap dokter gigi di masa depan.
3.
Pada kunjungan pertama, dokter spesialis gigi anak biasanya
hanya akan membuat anak mengenal dokternya dan melihat-lihat seluruh ruangan
beserta perlengkapan dokter gigi sehingga diharapkan terjalin hubungan yang
akrab antara anak dan dokter giginya.
4.
Jangan memaksakan anak untuk mau menuruti kehendak orang
tuanya karena anak sedang dalam keadaan
cemas dengan lingkungan baru di klinik gigi. Biarkan dokter gigi yg berbicara
langsung pada anak. Sebaiknya orangtua hanya menjawab apa yg ditanyakan dokter
kepada orangtua.
5.
Pada kunjungan berikutnya, dokter gigi akan mulai
memeriksa seluruh gigi dan menangani permasalahan yang ada. Misalnya, apakah
ada gigi berlubang yang harus ditambal atau gigi busuk/goyang yang harus
dicabut serta memberikan petunjuk cara menjaga kesehatan gigi misalnya dengan
menyikat gigi yang benar, pasta gigi yang mengandung fluor, makanan yang
menyehatkan gigi, dll.
6.
Apabila anak takut duduk sendiri di kursi gigi, maka
orangtua dapat menemani atau ikut duduk di kursi gigi sambil memangku anak
serta memeluknya.
7.
Jangan pernah mengatakan, ”Gigimu nanti akan dicabut sama
dokter gigi”. Gantilah kata ”dicabut” dengan ”dibuang”.
8.
Jangan pernah mengatakan, ”Gigimu nanti akan dibor terus
ditambal sama dokter gigi”. Gantilah kata ”dibor” dengan ”dibersihkan”.
9.
Jangan pernah menakut-nakuti anak dengan istilah
”Suntik”. Seringkali penulis mendengar beberapa orangtua tidak sadar telah
menakut-nakuti anak, ”Kalo nakal nanti disuntik loh sama dokter!”.
10.
Beri penghargaan pada anak apabila anak sudah tidak takut
dengan dokter gigi, misalnya dengan pujian atau memenuhi janji yang sudah
disepakati antara anak dan orangtuanya.
11.
Lakukan pengecekan gigi secara rutin di dokter gigi setiap
6 bulan.
(drg. Hellen Amalia, Sp KGA.)
Referensi :
Kemp, J. And Walters, C., Gigi Si Kecil (terj.), Jakarta, Penerbit Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar